Posts

Showing posts from January, 2020

Inserting a picture on Blogspot

Image
One of the interesting feature that I discovered on Blogger is the possibility of inserting a google photos into a post without any hassle. There is no easy way to do that with other blog - as far as I know. This post is just a test, to see how it looks like

The English Version

Everything has a history, including this blog. A disaster on my Wordpress blog , was the trigger. I was unable to access my blog.  Without any explanation, Wordpress decided to suspend my blog. I was really upset at that time. Not only because the blog was suspended, but in addition to that, I was in the middle of reviewing the blog . It was not a good time for downtime. It destroyed my mood and ring a bell on my head that I needed a disaster recovery plan. Luckily, Wordpress gave me a chance to export the post and comments hence I could import my posts into a new blog, which then became this blog. It wasn't that easy to restore it though, since Wordpress and Blogspot have different data format. Extra effort was required to migrate the contents. The next day, I got a reply from Wordpress that the suspension happened due to incorrect behavior of their anti spam. For some reason my blog was judged as a spammer. Something that I couldn't believe since I had been maintaining

Aku, Gue dan Saya

Hari ini aku sedang iseng mengunjungi beberapa blog sambil mencari ide tentang apa yang ingin aku tulis hari ini di blog ini. Salah satu blog yang terlintas di kepala adalah blog Mas Rovicky . Dongeng Geologi ternyata masih dilanjutkan oleh pendongeng-pendongeng penerus. Gaya penulisan tampaknya diusahakan mirip dengan gaya Mas Rovicky dulu.  Namun sebagai sahabat dan penggemar Mas Vicky, gaya itu tetap tak sama. Rasa blog itu tak lagi sama. Wajar saja, karena memang jiwa penulisnya sudah berbeda.  Blog satu lagi yang aku kunjungi adalah blog Ivan Lanin .  Kok Ivan? Apakah karena aku penggemar Bahasa Indonesia? Tentu saja tidak. Aku bukan penggemar aturan baku dalam berbahasa. Tulisanku bercampur-campur bahasanya. Kadang ada kosakata Inggris, Jawa atau bahasa-bahasa lain. Semua aku biarkan mengalir saja seperti bagaimana aku bicara sehari-hari, yang juga bercampur-campur tak patuh hanya pada satu struktur dan kosakata satu bahasa. Kunjunganku pada kedua blog di atas sebenarnya j

Malam Tahun Baru di Vienna

Image
Ada berbagai cara melewati malam tahun baru. Ada yang melewatinya sambil nonton kembang api di pantai. Ada yang melewatinya sambil nonton film kesayangan. Dan ada juga yang melewatinya sambil bobok ngiler nggak karuan. Pagi terakhir di tahun 2019 ini kami tidak keluar apartemen seperti hari-hari sebelumnya. Kami memutuskan untuk bersantai-santai dulu di apartemen dengan harapan bisa agak segar dan kuat untuk melewati malam hingga pergantian tahun 2020 nanti. Setelah agak siang baru kami berencana keluar apartemen untuk mencari makan siang dan langsung melaju ke Central Hall.  Konon katanya warga Vienna melewatkan tahun baru di sana. Sesampainya di sana, ternyata ada semacam pasar malam dan konser di sana. Ada beberapa toko-toko temporer yang menjual berbagai makanan, cendera mata. Sayangnya anak-anak mulai lelah dan tidak betah. Padahal pergantian tahun masih lama, masih kira-kira 6 jam lagi.  Entah bagaimana caranya melewati malam sepanjang ini di sini. Aku juga ta

A Blessing in Disguise

Image
Hidup ini penuh dengan dinamika. Ada saatnya kita bertemu rejeki nomplok,  ada kalanya apes datang seperti kena tabok.  Berita bagusnya, dalam setiap kesempitan selalu ada kesempatan. Jika kita jeli melihat, akan selalu ketemu sisi baik dari setiap peristiwa tidak menyenangkan yang datang menghalang. Pagi ini aku sebenarnya agak kesal.  Facebook tidak bisa dibuka di tempat kerja. Selain itu, beberapa situs media sosial juga tidak bisa diakses. Instagram juga tak bisa dilihat. Aku kehilangan cara untuk mendapatkan gosip-gosip terkemuka. Lalu bagaimana caranya aku mau bergaul dan pamer-pamer? Bisa dibayangkan betapa kesal dan sedihnya khan? Untungnya, rasa kesal itu tak lama. Aku segera teringat rencanaku beberapa saat yang lalu untuk mengendalikan kecanduan .  Tidak adanya akses ke FB di tempat kerja sebenarnya adalah anugerah. Aku tak akan tergoda untuk membukanya. Boro-boro sampai kecanduan. Bagaimana bisa tergoda jika tidak ada yang menggoda. Ye kan? A Blessing in Disguis

Cemilan Residu

Image
Liburan di Eropa memang telah usai. Namun impact liburan sampai sekarang masih saja ada jejaknya. Salah satunya adalah yang aku sebut dengan Cemilan Residu . Sebagai seorang pecinta alam, aku memang memilih banyak jalan kaki saat liburan dibandingkan dengan menyewa mobil.  Pencinta alam, alasan yang keren bukan? Well, alasan lain sebenarnya juga ada. Aku membawa begitu banyak koper-koper besar. Tidak tanggung-tanggung, ada empat jumlahnya. Taksi di Eropa yang kecil-kecil tak akan mampu membawa koper-koper ini. Akan dibutuhkan dua taksi jika masih mau nekad membawa koper-koper ini naik taksi. Bukan preferable solution. Oleh karenanya, kami memilih mendorong-dorong koper ini saja ke halte terdekat dan naik angkutan umum. Selain masalah koper, jumlah anggota keluarga juga merupakan kendala ketika naik taksi. Mayoritas taksi atau Uber hanya menerima 4 penumpang saja, padahal anggota keluarga kami ada 5.  Masak satu anggota ditinggal di rumah dan tak diajak liburan? Khan kasian. Maka lagi-l

Addicted

Image
Bermain di Media Sosial memang mengasyikkan. Apesnya, di balik kenikmatan itu tersimpan juga sebuah ancaman. Apakah itu? Kecanduan. Segala hal yang tadinya bagus, menjadi tidak baik lagi ketika menyebabkan kecanduan dan ketergantungan. It took the freedom out of your life. Beberapa tahun yang lalu, aku pernah berada dalam situasi cukup parah, kecanduan berbagai media sosial. Tiap detik -if I may exaggerate-  aku membuka satu dari sekian banyak media sosial, entah FB, WA ataupun Telegram. Hal ini sungguh merugikan. Banyak waktu terbuang percuma. Produktivitas menurun drastis. At the end of the day, I regretted that I missed so many good things when I had the opportunities to get them if I weren't spent too much time on the social medias. Corrective action yang aku lakukan pada saat itu adalah deaktivasi account FB, keluar dari group-group WhatsApp dan Telegram serta lebih sering meninggalkan telepon genggam jauh dari jangkauan. Hal ini aku lakukan sampai sekitar 2 tahun. Hasilnya sa

When It's not the time to give up yet

Image
Keputusan untuk " move on " itu memang bukanlah keputusan yang mudah. Karena selain harus mengakui ketidak-berhasilan, aku juga harus membawa-bawa rasa penyesalan atas apa yang tidak aku lakukan untuk memperjuangkannya. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk berhenti berjuang, aku biasanya mencoba untuk melakukan apa saja yang mungkin untuk dilakukan sehingga tak ada lagi penyesalan ketika saat " move on " tiba. Kasus Visa "ditolak" kedutaan Austria beberapa saat yang lalu adalah salah satu contohnya. Tidak ada tatap muka dengan Consular sehingga aku tak bisa meyakinkan pihak kedutaan bahwa aku layak mendapat visa. Kedutaan juga menolak memberi jawaban melalui telepon ketika ditanya. Email juga tidak ditanggapi oleh mereka. Hopeless? demikianlah kira-kira yang aku rasakan saat itu. Apakah sudah saatnya menerima musibah ini sebagai kenyataan pahit yang sudah diterima? Tentu saja tidak semudah itu. I believed that It must have been only the matter of mis