The Late Bloomer


Sewaktu punya anak pertama dulu, aku rajin membaca buku tentang perkembangan anak. Tiap bulan, atau bahkan minggu, si Ganteng sudah dipantau perkembangannya berdasarkan apa yang dibaca dari buku bacaan. Jika ada perkembangan yang tidak sesuai, maka aku segera mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.

Banyak membaca memang ada bagusnya. Tapi sisi jeleknya juga ada, yaitu aku menjadi tertekan ketika perkembangan anak tidak sesuai dengan buku bacaan. Berbagai corrective action akan dicoba agar perkembangan anak bisa sesuai dengan track yang ada di buku-buku bacaan. Untungnya anak pertama dan kedua perkembangannya cukup baik sehingga tak terlalu banyak membuat sutris.

Anak ketiga ternyata berbeda. Dia banyak banget melenceng dari apa yang aku baca dari buku bacaan. Contohnya saja soal kemampuan berbicara. Ketika anak-anak seusianya sudah mulai bicara, dia masih belum bisa bicara. Dia cuma bisa nyengir-nyengir saja.

Ada kekhawatiran bahwa anak terlambat bicara ini karena menderita Autis. Oleh karenanya aku membawa si bungsu ke dokter anak dan menanyakan pendapatnya. Dokter anak malah memberi nasihat agar aku malah membawa si bungsu ke dokter THT untuk diperiksa pendengarannya.  "Keterlambatan bicara mungkin karena dia mengalami masalah pendengaran", kira2 begitu kata bu dokter

Andai saja ini terjadi pada anak pertama atau kedua, tentu aku akan segera membawanya ke dokter THT. Namun aku tak pedulikan nasehat sang dokter. Aku lebih santai menyikapi perkembangan anak ketiga ini. Aku yakin bahwa pendengaran si bungsu bagus. Sejak bayi dia merespon dengan baik atas suara-suara di sekitarnya.

Usia 3 tahun adalah saatnya masuk sekolah di kurikulum British. Saat itu anak tak boleh lagi pakai diaper. Namun kenyataannya si bungsu masih belum bisa lepas diaper. Ada yang bilang bahwa agar anak bisa cepat lulus toilet training, maka harus dilatih dengan melepas diaper. Tapi kami malas melakukannya. Daripada accident dan berceceran dimana-mana, biarlah dia pakai diaper saja.

Gara2 diaper, dia tak jadi kami masukkan sekolah. Biarlah dia mundur sekolah tahun depan saja. Selain dia belum bisa lepas diaper, dia juga masih belum lancar bicara. Kasian nanti di sekolah kewalahan, lebih baik di rumah saja main sama ayah-bundanya.

Perkembangannya yang lambat itu membuatku juga tak banyak menaruh harapan pada si bungsu ketika besar nanti. Biarlah dia sekolah semampunya. Jika cuma dapat sekolah jelek juga tak apa-apa. "Semoga nanti hidupnya bisa terbantu oleh kedua kakaknya yang cerdas-cerdas", pikirku dalam hati.

Namun semua berbalik arah. Saat menjelang sekolah tiba-tiba keluar semua kesaktiannya.  Si Bungsu mendadak bisa menunaikan hajat di toilet dengan sempurna walau tanpa toilet training sekalipun. Maka saat dia lepas diaper, tak ada lagi kekhawatiran terjadi kebocoran dimana-mana.

Kemampuan bicara juga jauh di luar dugaan. Dia bukan hanya sekonyong-konyong bisa bicara dengan lancar, namun juga mampu melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis. Bahkan dia juga piawai mengekspresikan perasaannya serta cerdas memahami emosi orang lain.

Ketika Si Bungsu akhirnya masuk sekolah, dia menjadi murid kesayangan guru-gurunya. Bukan hanya gurunya, teman-temannya juga mengaguminya. Cewek-cewek berebut duduk di sebelahnya. Kami sampai heran ketika beberapa orang tua temannya yang bercerita bahwa anaknya sering bercerita tentang si Bungsu di rumahnya.

Last but not least, si bungsu akhirnya mengejutkan kami ketika kami tiba-tiba diundang ke sekolah saat dia menerima penghargaan murid unggul di bidang Math, English and Science.  Bundanya sampai menitikkan air mata karena mengira si Bungsu dipanggil ke podium untuk penghargaan art and performance mengingat si bungsu ini adalah drama king.  Kami tak mengira sebelumnya bahwa penghargaan itu untuk bidang core studies.

Late Bloomer, itulah sebutannya. Anak-anak yang awal-awalnya terlihat seperti lambat perkembangannya namun ketika tiba saatnya dia akan melejit, mengejar dan bahkan melewati teman-teman sebayanya. Seperti Jack-jack di film the Incredibles dan cucu Pak Drakula di film hotel Transylvania.

Moral of the story

  • Kadang orang tua memaksakan perkembangan anak sesuai keinginannya. Padahal jika anak dibiarkan berkembang at his/her own pace, dia mungkin akan melejit juga pada waktunya.

  • Ada orang tua yg bangga anaknya relatif muda di kelas dibanding teman-temannya, padahal itu belum tentu baik buat anak. Tak apa-apa masuk sekolah agak terlambat ketika dia sudah siap untuk bersekolah karena itu sangat berguna bagi kepercayaan-dirinya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jurus Mencari Jodoh

Tertipu Hitungan Kartu Belanja Carrefour

Ngadutrafik 2007 dan perilaku lapor-melapor