Prestasi Akademis dan Laut Biru

Tayangan “Strategi Laut Biru” yang aku publikasikan beberapa hari yang lalu ternyata mendapat tanggapan yang cukup menggelitik dari Mas RDP. Tanggapan rekan saya yg hobby mendongeng tentang Gempa ini membuat saya menduga bahwa tulisan saya agak sedikit di salah pahami, terlebih pada kalimat berikut: “Banyak para sukses karier ini akhirnya terkesan memiliki “dendam” pada sesuatu yg dahulu menyatakan dirinya tidak sukses (IP rendah, lulus lama), namun mereka tidak sadar bahwa dirinya dibentuk oleh proses pendidikan yg sudah dilaluinya”


Yang makin menggelitik jari-jari saya untuk menulis adalah kekhawatiran Kang Rovick bahwa tulisan saya akan disalahpahami oleh orang-orang yang malas, seperti kutipannya berikut ini: “Proses pengungkapan “dendam” para sukses karier ini yg menurutku sangat berbahaya apabila ditelan mentah-mentah bagi orang yg malas belajar. Mereka akan menggunakan “spurious correlation”, bahwa wong bodo akan sukses

Saya ikut khawatir jika tulisan saya ini dipahami oleh orang-orang malas dan menyimpulkan bahwa wong bodo akan sukses tanpa berbuat apa-apa. Oleh karenanya, sebelum tulisan saya ini dijadikan kitab oleh orang-orang malas yg disinyalir oleh Mas Rovick tersebut, maka alangkah lebih baiknya jika tulisan tersebut saya perjelas lagi sehingga konsep “wong bodo akan sukses” ini tidak menjadi agama baru.

Strategi Laut Biru sebetulnya bukanlah sebuah justifikasi bagi orang-orang yang tidak beprestasi akademis agar tenang-tenang saja karena adanya kenyataan beberapa orang yg tidak berprestasi namun tetap mampu meraih sukses. Pencerahan yang semestinya diperoleh dengan Strategi Laut Biru ini adalah sebuah harapan bahwa setiap orang bisa saja meraih sukses, walaupun dia memiliki keterbatasan.

Prestasi akademik adalah sesuatu yang pada umumnya diidam-idamkan oleh para pelajar dan mahasiswa. Konsekwensinya, mayoritas mahasiswa ingin menjadi mahasiswa atau pelajar terbaik di kelas atau universitasnya. Padahal dalam satu kelas, jika digunakan distribusi normal, hanya akan ada sedikit orang yang mungkin berprestasi terbaik. Sementara sebagian besar komunitas akan berada pada prestasi menengah. Oleh karena itu, persaingan untuk meraih prestasi akademik ini adalah bagaikan pertarungan di laut merah, yaitu sebuah pertarungan yang penuh dengan korban dan darah. Tidak jarang saya temukan seorang teman yang menjadi stress atau gila karena sudah berjuang sampai titik darah penghabisan namun tetap juga tidak berhasil meraih prestasi yang diharapkan. Atau jika tidak gila, si teman ini menjadi seorang yg kuper karena dia harus mengorbankan semua waktu yang dia miliki untuk belajar dan tidak punya waktu lagi untuk pergaulan. Mereka adalah para korban pertarungan di laut merah prestasi akademis.

Untunglah peluang sukses di dunia paska kuliah lebih besar dibandingkan dengan peluang sukses meraih prestasi akademis. Mengapa ? Karena ada banyak lautan di dunia paska kuliah, asalkan kita pintar-pintar memilih lautan. Jika yg kita pilih laut merah, maka kita akan berdarah-darah lagi seperti sewaktu masa kuliah. Namun jika kita memilih laut biru, maka harapan untuk sukses akan lebih besar.

Apakah itu berarti orang bodo pasti akan sukses ? Tentu saja tidak demikian. Untuk bisa sukses di laut merah ataupun di laut biru, tetap saja seseorang harus memiliki kelebihan. Orang bodo (dalam artian orang ini tidak memiliki kelebihan apa-apa) tidak akan berhasil bertarung di laut apapun.  Sama saja dengan orang yg tidak bisa berenang dan berharap bisa selamat ketika berenang di laut. Buat orang yg nggak bisa berenang, dia tetap saja akan tenggelam walaupun dia berenang di laut merah ataupun laut biru. Yg membedakannya hanyalah di laut merah dia tidak hanya tenggelam karena tidak bisa berenang, namun bisa juga karena dia ditenggelamkan orang lain karena orang lain butuh tempat untuk lewat sementara laut itu penuh dengan manusia.

Pada akhirnya, strategi laut biru ini bukanlah sebuah janji untuk orang-orang yang tidak mau berusaha. Namun strategi laut biru ini adalah harapan bagi orang-orang yang ingin berhasil namun mendapati dirinya kelelahan karena harus bertahan menghadapi saingan-saingan yang luar biasa beratnya. Strategi ini menjanjikan keberhasilan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan cara membuka pasar baru dimana tidak ada orang lain yg bersaing dengannya

Comments

  1. Bagus sekali pembahasan tentang strategi laut biru ini :-)

    Saya kurang sepakat bila ada pendakwaan dendam krn nilai IP yg jelek. Tapi tentu pak Rovicky tidak melakukan itu kan :-P.

    Pengalaman saya sbg yg kurang sukses dlm bidang akademis menunjukkan bahwa ini adl perihal kompensasi dan penitikberatan kompetensi.

    Setiap orang biasanya punya kelebihan pada apa2 yg dia mendedikasikan diri padanya, yg mana akan mengarah pada pembentukan kompentensi dan kepintaran tertentu. Kaidah "wong bodo akan sukses" ndak ada, dan ndak akan pernah valid dg realita.

    Siapapun yg sukses, pastilah dia pintar. Kepintaran inilah yg kemudian tidak lantas diartikan melulu sbg kepintaran akademis. Bagi yg IPnya jelek, bisa jadi dia mmg lebih menemukan warna kompetensi di domain selain akademisi. Entah dia meniatkannya sebagai kompensasi atas IPnya yg jelek, atau mmg sejak awal dia telah memutuskan utk itu.

    Apapun, bagi saya kompetensi kuliah tidak mencerminkan kompentensi dunia kerja. Dan perkuliahan gimana2 memberikan kita banyak pendewasaan dan pematangan kompetensi, ,ke arah manapun itu.

    ReplyDelete
  2. diskusi dikampung UGM dibawa naik ke blog dong bang Al, hasil rangkumannya :D saya ngikuting tanding pa dhe broto ma bang al tiap hari lho

    ReplyDelete
  3. wahhh, aku jadi inget sebuah e-mail yang dikirimkan oleh teman, mengenai seseorang drop-out 'sukses' yang lagi pidato di sebuah wisuda. nanti deh aku cari dulu e-mailnya.

    But anyway, mau komentar dikit nih kalo boleh, bang Al (mungkin rada OOT)... sebenarnya tolak ukur dari sukses itu apa ya? apakah finansial? apakah jabatan? apakah besar-kecilnya si kantor? ataukah apa... aku pikir yang benar-benar bisa menilai apakah seseorang itu sukses atau enggak ya si orangnya sendiri, dia kan yang punya ambisi.. dan dia juga yang punya motivasi.. orang lain aku rasa gak berhak untuk menilai apakah si dia sukses atau enggak :) ...

    *saya sih pengen jadi dosen, tapi gara2 waktu kuliah males, jadinya IP-nya kecil dan tidak menarik minat para dosen untuk 'mengorbitkan' saya jadi dosen.. dalam hal ini, saya adalah orang yang tidak sukses :(..*

    ReplyDelete
  4. Goio: kamu benar, sukses itu memang tergantung apa goal-nya, dan yg paling bisa menentukan sukses itu memang si pembuat goal.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jurus Mencari Jodoh

Tertipu Hitungan Kartu Belanja Carrefour

Ngadutrafik 2007 dan perilaku lapor-melapor