Angkot atau Kendaraan Pribadi?

Sebuah postingan Anjar ini, mengingatkanku pada masa-masa penuh stress di Jakarta dulu ketika harus memilih antara naik angkot atau menggunakan mobil pribadi ke kantor. Aku sudah pernah mencoba kedua-duanya dan membandingkannya sehingga akhirnya pilihan terakhir adalah lebih memilih untuk menggunakan mobil pribadi ke kantor dibanding angkot.

Berikut adalah alasan mengapa menggunakan mobil pribadi lebih aku sukai:

  1. Waktu tempuh yg lebih singkat. Walaupun katanya di Jakarta ada transportasi dengan priorita utama yg dinamakan Bus Way, namun bagiku yg tinggal di area yg masih masuk Bekasi ini ternyata membutuhkan waktu 0.5 - 1.5 jam lebih lama jika menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi.

  2. Stress berebut kendaraan. Walapun tidak semua orang yg bekerja di Jakarta naik angkot dan masih banyak yg menggunakan kendaraana pribadi, namun kenyataannya angkot yg tersedia juga tidak cukup sehingga seringkali harus stress karena antri dan kadang harus berebut untuk mendapatkan kendaraan

  3. Biaya operasional yg lebih mahal. Angkot hanya sedikit lebih murah jika dibandingkan dengan mobil pribadi dengan isi satu orang. Namun jika digunakan suami istri, maka biaya operasional kendaraan pribadi ternyata lebih murah. Dan karena aku dan Dinda tercinta sama2 bekerja, maka biaya operasional malah lebih murah dengan menggunakan kendaraan pribadi.

  4. Fleksibilitas. Dengan menggunakan mobil pribadi, aku bisa lebih fleksibel bergerak. Seringkali dalam satu hari tidak hanya ke kantor saja, tapi juga mampir ke tempat lain dulu seperti misalnya belanja atau sekedar bertemu dengan teman-teman. Jika tak ada kendaraan pribadi, maka kalau tidak kehilangan waktu maka akan tambah boros karena harus naik taksi.


Dari keempat alasan di atas saja sudah bisa dilihat bahwa naik angkutan umum itu tidak ada pointnya sama sekali. Hanya alasan heroik seperti mengurangi kemacetan Jakarta saja yg membuat pilihan naik angkot itu lebih baik. Namun alasan heroik itu juga tidak realistis dan tidak signifikan pengaruhnya. Jika semua orang yg bekerja di Jakarta memilih naik angkutan umum, maka akan timbul masalah baru bahwa angkutan umum yg tersedia makin tidak cukup saja. Belum lagi ditambah biaya operasional masing-masing individu yg lebih membengkak dibandingkan dengan ketika masing-masing masih menggunakan kendaraan pribadi.
Lalu apa solusinya dong bang?

Memang pelik sekali mencari solusi untuk masalah transportasi ini di Jakata. Karena masalah utama-nya sebetulnya adalah karena Jakarta itu over-populated. Terlalu banyak orang yg harus menuju ke Jakarta baik untuk sekolah, bekerja ataupun sekedar jalan2 ke Mall atau tempat2 lainnya. Penduduk yg over-quota ini memicu masalah transportasi dan berbagai masalah lainnya yg sulit dicari jalan keluarnya.

Menurut saya, penduduk Jakarta atau pekerja di Jakarta itu sebaiknya di atur sedemikian rupa sehingga tidak melampaui quota yg bisa ditangani oleh sang Ibu kota ini. Entah kapan hal ini akan tercapai, aku sendiri juga tidak tahu. Namun mungkin kita bisa membantu pemerintah Jakarta dengan inisiatif sendiri seperti pindah kerja ke tempat lain yg bukan di Jakarta, atau bahkan pindah rumah sehingga tak lagi turut serta memadati Jakarta.

Nah, bagaimana pendapat rekan-rekan?

Comments

  1. yang saya heran, di Tokyo aja, yang transportasi dan infrastrukturnya sudah sangat maju, jalanan masih macet kalo weekdays, jadi emang bener sih, masalah utamanya sih overpopulated itu kayaknya..

    ReplyDelete
  2. Untuk kasus bank Al, saya kira benar adanya, tapi untuk kasusku (tinggal di Cikarang dan kerja pas di Cawang), maka angkot lebih jadi pilihan.

    Memang tidak semua hari enak naik angkot. Hari Senin, misalnya, lebih nyaman naik mobil pribadi, karena waktu tempuhnya lebih terjaga.

    Bila pulang malem, enakan naik angkot, tinggal duduk dan tidur, beres...!

    Waktu pulang dalam kondisi badan capek, maka aku pernah menghajar pagar pembatas jalan tol.

    Kalau soal sok pahlawan (sok heroik), mengurangi polusi, pemanasan global, dll, maka aku harus terima itu bank.

    Aku juga tidak tiap hari naik angkot, kadang sebulan naik angkot sebulan naik mobil sendiri, sangat tergantung mood. He..he..he...

    Lebih baik dianggap sok pahlawan dari pada sok penjahat..!:-)

    Salam

    ReplyDelete
  3. Nunqee: Iya, di kota2 besar macet itu selalu ada dan nggak bisa dihindari. Di Tokyo masih untung, rakyat punya pilihan lain, transportasi umum yg cepat dan nggak berebut. Jakarta kayaknya ngggak akan mampu menyediakan itu kalau penduduknya masih seperti sekarang.

    Mas Eko: Betul juga bahwa bagi sebagian orang lain ada yg angkot itu lebih baik daripada angkot.

    ReplyDelete
  4. Kalo menurut saya sih bukan sekedar over-populated, tapi karena tata kota tidak dijalankan dengan baik. Harusnya, kalo area residensial, komersial (pertokoan), dan perkantoran terpetakan dengan baik, penduduk tidak harus saling silang melintas kota untuk menuju area tertentu. Jadi yang terbayangkan adalah, tiap hari terjadi arus saling silang di tengah kota, jadinya bikin macet dan marah :)

    Btw, jadi inget game SimCity. Kan ada tata kotanya juga tuh..

    ReplyDelete
  5. Albert: Itu juga bener Bert. Selain tata kota, jam kerja juga bisa diatur sedemikian rupa sehingga orang tidak berbarengan di jalan.
    Andai saja Albert yg jadi gubernur Jakarta, mungkin keadaan berbeda ya? :D

    ReplyDelete
  6. untuk mengurangi populasi penduduk Jakarta, usahakan jangan bekerja di Jakarta :D
    bekerja di Kuwait, misalnya.

    ReplyDelete
  7. Bener Bank, bakalan berbeda. Masalahnya berbeda itu bisa lebih baik, bisa lebih kisruh :)

    ReplyDelete
  8. Transmigrasi aja deh ke kota kecil, yang penting bayarannya besar.

    ReplyDelete
  9. gampang toh bank...bikin standarisasi, ga ikut cabut ijin trayek...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jurus Mencari Jodoh

Tertipu Hitungan Kartu Belanja Carrefour

Ngadutrafik 2007 dan perilaku lapor-melapor