When Things Went Unexpected


Malam itu aku pulang ke rumah dengan gejolak berkecamuk di dada. Aku tak tahu bagaimana caranya mengatakan pada Dinda dan anak-anak bahwa liburan ke Austria terpaksa batal karena Visa ditolak oleh kedutaan Austria.

Beberapa jam sebelumnya, aku ditelpon oleh kedutaan Austria di Abu Dhabi. Pihak kedutaan menyarankan agar aku membatalkan aplikasi Visa Schengen yang aku ajukan karena jika tidak aku batalkan maka mereka akan menolaknya.

Aku terkejut mendengar berita itu dan menanyakan alasannya. Pihak kedutaan tak mau menjelaskan alasannya. "We can't tell you the reason over the phone based on our policy, Sir", jawabnya. Aku diminta untuk mengirimkan email ke alamat email mereka untuk mengajukan pembatalan permohonan Visa.

Ditolak tanpa penjelasan. Rasanya begitu menyesakkan. Masih lebih baik ditolak cewek dengan alasan sudah dianggap seperti kakak sendiri, daripada Visa ditolak Kedutaan sehingga acara liburan menjadi gagal total berantakan.

Untungnya di balik setiap kegelapan, selalu ada sisi terang, Meratapi kegagalan tidak akan bisa mengubah keadaan. Mungkin ini adalah saatnya mengajari anak-anak bagaimana caranya menghadapi kekecewaan.

"We have to cancel our holiday to Europe, Nak.  Our visa weren't approved", ucapku dengan wajah sedih.

"OK", jawab si Ganteng dengan cool dan lalu pergi berlalu.

"What is Visa, Ayah?", tanya si Cantik juga dengan cool.

"..........", Si Bungsu tak berkata apa-apa. Hanya wajah menunduk dan air mata yang menetes dari sudut-sudut matanya.

"What do you feel, Nak?", tanyaku beberapa jam kemudian pada Si Ganteng.

"Upset, Ayah. That's why I just left and talked to my friends", jawab si Ganteng. Walaupun tampak cool, rupanya dia juga kecewa. Hanya saja dia tahu cara mengendalikan rasa kecewa sehingga bisa tetap cool.

"I'm upset too, Nak. But this thing is not on my hands. The Embassy has the rights to approve or reject a visa, and nothing I can do with that", jawabku sambil mengajarkan bahwa dalam hidup ini ada hal yang terjadi di luar kendali kita.

Sementara Si Cantik terus bertanya apa itu Visa. Dan setelah aku jelaskan dia manggut-manggut paham. Rupanya curiosity lebih mendominasi daripada rasa kecewa. Dan Si Cantik lalu lanjut bertanya,"Then what do we want to do during holiday, Ayah?". She is disappointed, but she is moving on quickly.

Si Bungsu ? Dia tak banyak berkata-kata. Namun beberapa jam setelah kesedihan itu dia sudah tertawa-tawa lagi. Dia sudah menemukan rencana baru untuk play-date dengan teman akrabnya.

Dinda juga sama. Awalnya begitu kecewa karena liburan yang sudah diidam-idamkan sejak lama, direncanakan beberapa bulan, tapi tiba-tiba gagal karena Visa ditolak tanpa penjelasan yang memuaskan. Namun Dinda cepat move-on. Dia sudah mulai membuat janji sana-sini lagi dengan teman-temannya untuk mengisi liburan musim dingin.

Senang rasanya melihat keluarga bisa mengatasi kekecewaan dengan baik dan bisa segera move on.

Bagaimana dengan aku? Rupanya aku yang paling kecewa dengan kejadian ini. Walaupun aku tampak tegar dan cool di depan keluarga, tapi di dalam hati aku kesal dan marah bukan main. Ini adalah pengalaman pertama gagal mendapat visa. Apalagi juga bakalan ada uang yang hilang sia-sia untuk proses aplikasi visa, hotel booking dan flight booking.

Aku sudah menjelajah ke berbagai penjuru dunia selama puluhan tahun. Tidak pernah ada kedutaan yang menolak memberi visa. Bahkan Visa Amerika yang terkenal sulit untuk didapat saja sudah aku miliki selama hampir 20 tahun. Ini kok cuma negara Schengen saja aku tak bisa? Padahal aku juga sudah beberapa kali mampir ke Eropa dan tidak pernah ada masalah sebelumnya.

Dulu-dulu memang aplikasi visa langsung ke Embassy dan interview di sana. I'm very damn good at interview sehingga Alhamdulillah selalu lewat. Kali ini visa Eropa harus melewati agent dan tidak bisa langsung ke Embassy.  Seleksi lebih pada ke seleksi berkas.  Embassy seperti untouchable.  Penolakan ini begitu mengecewakan.

Weladalah, Anak2 aku suruh move-on. Eh aku kok malah tidak bisa move-on. Ternyata menasehati orang lain itu itu memang lebih gampang daripada mengalami sendiri ya? :)

Anyhow,  kekecewaan akan berlalu. Walau ada orang yang bilang bahwa kelebihanku adalah kecerdasan dan ketampanan, namun aku merasa kurang tepat.  Kemampuanku untuk selalu bisa bangkit dari kejatuhan dan kekecewaan yang menurutku lebih pas menjadi senjata pamungkasku.

Semoga anak2 juga selalu bisa demikian menghadapi hidup yang seringkali memberi kejutan ini.

Comments

Popular posts from this blog

Jurus Mencari Jodoh

Tertipu Hitungan Kartu Belanja Carrefour

Ngadutrafik 2007 dan perilaku lapor-melapor